Setelah sekian lama saya tidak menulis
blog lagi, akhirnya setelah terkena hantaman yang keras dalam hidup (versi
saya) saya kembali menulis. Menulis lagi semudah mendapatkan ilham di angkot
ketika perjalanan pulang dan mengobrol dengan beberapa teman sekampus
seperjuangan. Beberapa jam lalu saya memberi semangat kepada teman saya yang telah
terpilih menjadi delegasi UI dalam K2N, sebuah ajang konkret sebagai anak UI
mengabdi kepada Negara, dimana saya juga berangan-angan mngikuti itu namun
tidak terpilih-red. Saya memberi semangat namun dalam hati terbesit rasa iri
kenapa saya tidak bisa seperti dia yang mempunyai kemampuan untuk keterima
dalam ajang itu.
Mengutip pernyataan seorang teman
saya, “hidup itu pilihan”
kalimat itu sangat terngiang-ngiang dalam kepala saya-red. Bahkan sampai
sekarang kata itu masih sebuah kata yang menurut saya mengandung sebuah
keambiguan. Hidup itu pilihan, tidak memilih itu juga merupakan sebuah pilihan.
Saya sudah memilih untuk memiliki sebuah rencana besar, namun saya mencoba
mengalihkan pikiran saya sebentar dari rencana itu dan mencoba kesempatan baru
yang belum pernah saya coba dan saya berhasil dalam ajang yang hanya sebuah
ajang coba-coba tersebut-pun merupakan sebuah pilihan. Ketika sesaat saya
merasa salah menempatkan diri salam sebuah ajang coba-coba itu pun merupakan
sebuah pilihan dari sebuah hati kecil dalam diri saya itu pun sebuah pilihan. Saya
tidak merasa salah
berada ditempat ini, saya hanya terus bertanya dalam hati juga kepada
orang-orang disekitar saya apakah
saya benar berada dalam situasi ini, situasi dimana saya merasa saya
tidak punya kemampuan apapun, situasi dimana saya dikelilingi orang-orang hebat
yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Sempat saya berfikir saya hanya
menjadi sebuah pelengkap
dari orang-orang kaku yang memiliki sedikit rasa humoritas, okey saya dapat
menyimpulkan saya memiliki rasa humoris yang berlebih-red. Saya merupaka
penghibur dari orang-orang tersebut. Saya sempat bertanya ketika saya sedang
sedih, siapa yang bisa menghibur saya, sedangkan orang-orang disekeliling saya
merupakan orang yang harus saya hibur. Teman saya pernah berkata, entah itu sebuah
kebenaran atau hanya sebuah ungkapan palsu untuk menguatkan saya, “kamu itu ibarat sebuah kepingan puzzle yang
hilang, kalo ada kamu engkaplah sebuah puzzle itu.” Entah itu sebua
kamlimat motivasi atau sebuah kalimat mengecilkan. Pelengkap, itulah saya, bukan
sebagai tokoh utama. Mungkin saya merasa egois karena ingin selalu tau dan
ingin selalu dinomersatukan, tapi bukanlah egois merupakan sifat alamiah
manusia seperti saya. Egois itu sebuah pilihan bung!
Menjadi pemberi semangat, seorang
pelengkap merupakan sebuah pilihan. Menjadi seorang penonton atau disebut tim
hore merupakan sebuah pilihan. Namun sampai kapan saya hanya terus berada di
posisi itu, posisi sebuah pelengkap. Posisi seorang tim hore yang tidak tau harus
menghorekan sampai mana. Okey, sudah terlewat galau, saya tidak mau membuat
blog ini menjadi terlihat galau dan hidup saya terlihat kelam dari tulisan saya
di blog ini. Tanpa sadar saya juga membutuhkan tim hore untuk kehidupan saya. Saya
tidak mau terus-menerus berada di posisi ini, perubahanlah yang saya butuhkan, perubahan juga sebuah pilihan,bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar